Pages

Jumat, 19 Desember 2014

Kenaikan Harga BBM

Kenaikan Harga BBM

Saat ini, banyak sekali kegiatan manusia di muka bumi ini yang menggunakan energi dari Bahan Bakar Minyak (BBM). Bahkan hampir di setiap lini ada saja energi dari minyak yang digunakan. Sebut saja memasak, menggerakan mobil/motor, menggerakan mesin-mesin pabrik, menghidupkan listrik, mejalankan kapal, menerbangkan pesawat dan lain sebagainya.
Setelah terbuai selama puluhan tahun dengan melimpahnya sumberdaya minyak bumi, manusia mulai khawatir akan habis/hilangnya sumberdaya ini apabila dieksploitasi secara terus-menerus. Kekhawatiran ini dikarenakan manusia masih kesulitan menemukan sumber energi lain yang serupa manfaatnya maupun ekonomisnya dengan minyak bumi.

Di Indonesia, seruan pemerintah agar masyarakat menurunkan tingkat konsumsi energi BBM dengan segala cara, sepertinya kurang berhasil. Terbukti konsumsi BBM per tahunnya selalu meningkat. Padahal seruan ini sudah membawa-bawa berbagai macam alasan, diataranya adalah untuk mengurangi emisi/pencemaran udara, mengurangi efek global warming dan lain sebagainya, termasuk untuk menghemat subsidi BBM dari APBN yang terus meningkat.
Tapi upaya-upaya itu seperti tidak digubris oleh masyarakat kita. Lihat saja sekarang, berapa kali lipat jumlah sepeda motor dibandingkan 10 tahun yang lalu? berapa jumlah mobil dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu? Kendaraan bermotor seperti sepeda motor dan mobil yang dulu merupakan barang mewah, sekarang seperti jajanan pasar saja yang siapa saja bisa membeli termasuk masyarakat golongan ekonomi lemah. Kemudahan dalam pembelian dengan adanya perusahaan-perusahaan pembiayaan merupakan salah satu faktor utama. Di samping itu, regulasi pemerintah dalam membatasi jumlah kendaraan bermotor juga seperti datang terlambat.
Peningkatan jumlah kendaraan bermotor sudah barang tentu meningkatkan konsumsi Bahan Bakar Minyak. Padahal sebagian besar produk BBM di Indonesia yang beredar di pasaran (SPBU) adalah BBM bersubsidi. Apabila tidak dicarikan solusi, Negara pasti akan koleps karena devisit anggaran gara-gara APBN banyak dipakai untuk subsidi BBM, yang entah siapa yang minum. Sebenarnya, apabila anggaran subsidi BBM tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan lain, pasti akan lebih bermanfaat, asal tidak dikorupsi.

Fakta Masalah
Sudah bisa dipastikan, kenaikan BBM akan merugikan masyarakat. Pengguna BBM seperti pengendara motor dan mobil akan langsung merasakannya. Transportasi umum juga sudah pasti akan menaikkan ongkos jasanya, sehingga pengguna transportasi umum juga akan segera merasakan dampaknya. Lalu, para pengguna transportasi umum kemungkinan akan beralih ke sepeda motor untuk berhemat, sehingga kenaikan harga BBM pun akan membunuh transportasi umum. Semuanya akan kejepit.
Tapi tidak hanya sektor transportasi yang akan terkena dampaknya. Dalam Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2012 Tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Tertentu, disebutkan beberapa kategori pengguna BBM bersubsidi selain transportasi. Mereka adalah usaha perikanan yang terdiri dari nelayan dan pembudi daya ikan skala kecil; usaha pertanian kecil dengan luas maksimal 2 hektar; usaha mikro; dan pelayanan umum seperti krematorium. Semua pengguna ini akan terkena dampak kenaikan harga BBM.
Logikanya mirip dengan dampak di sektor transportasi. Kita ambil contoh petani kecil tanaman pangan. Harga tanaman pangan para petani ini akan naik, karena ongkos produksi untuk memproduksi tanaman pangannya akan naik akibat kenaikan harga BBM. Artinya, para pembeli tanaman pangan para petani ini akan terkena dampaknya. Lalu, dengan lumayan banyaknya tanaman pangan impor, ada kemungkinan para pembeli tanaman pangan si petani akan beralih ke tanaman pangan impor. Akibatnya, kenaikan harga BBM pun akan membunuh usaha pertanian si petani kecil.

Kenaikan BBM memang cenderung akan menaikkan harga barang-barang lain atau inflasi. Para ahli pun sudah memprediksinya, meski dengan angka yang beragam. Pengamat ekonomi Aviliani, misalnya, menyatakan bahwa kenaikan harga BBM akan mengakibatkan tingkat inflasi nasional tahun ini menjadi 6,5%. “Apabila kenaikan BBM berkisar Rp1.500 sampai Rp2.000 kemungkinan inflasi akan bertambah sekitar 1 hingga 2 persen sehingga inflasi nasional akan naik menjadi sekitar 6,5%,” ungkap Aviliani seperti dikutip Antaranews.com (25/2).
Tahun 2012 ini pemerintah kembali dihadapkan pada kenaikan harga minyak dunia. Meskipun kenaikan tersebut dipicu oleh ketegangan politik sesaat di Timur Tengah, tidak ada seorang pun yang berani memprediksi sampai kapan berlangsung.
Banyak yang menyarankan bahwa tahun 2011 pemerintah seharusnya sudah menaikkan harga BBM, khususnya premium secara bertahap agar dampaknya tidak memberatkan. Namun, pemerintah tidak mendengarkan aspirasi tersebut.
Sekarang pemerintah mencoba membatasi BBM mulai April 2012 dan menutup kenaikan harga BBM. Upaya sudah dilakukan, tetapi belum siap dan bahkan keteteran persiapannya, baik dari sisi infrastruktur maupun sosial-ekonomi. Dengan tekanan harga minyak dunia, kini pemerintah mulai berpikir realistis untuk menaikkan harga BBM. Sayang, pemerintah tidak bisa bertindak cepat karena tidak memiliki landasan hukum akibat lalai dalam UU APBN 2012 Pasal 7 Ayat 4 dan Ayat 6.

Kejadian 2005 dan 2008 terulang kembali, kenaikan harga BBM tidak bisa ditawar lagi. Dengan subsidi akan mencapai Rp 200 triliun jika harga BBM tidak dinaikkan, pemerintah bermaksud menurunkan harga pada tingkat yang wajar. Caranya seperti yang diwacanakan di media. Pertama, melalui penetapan subsidi per liter sepanjang tahun atau kedua, penetapan (kenaikan) harga per liter satu kali dengan besaran tertentu. 

Alternatif pertama berarti harga premium akan berubah sesuai dengan harga keekonomiannya (atau harga pasar). Kebijakan ini sangat membantu APBN memberikan kepastian anggaran subsidi dan akan diadministrasikan oleh Pertamina, seperti Pertamax. Bedanya untuk Premium masih akan diberlakukan sistem subsidi harga. Kebijakan ini ada kemungkinan bertentangan dengan UU Migas karena Mahkamah Konstitusi telah menghapus pasal yang menyebutkan pola penetapan harga BBM berdasarkan harga pasar. Alternatif ini jika lolos dari sisi hukum akan memberikan kepastian dari sisi APBN. Risikonya adalah apabila harga minyak dunia turun, pendapatan minyak turun, sementara subsidi BBM tetap alhasil APBN bisa tekor.
Alternatif kedua adalah kenaikan harga BBM. Sangat sederhana dan mudah, tetapi besarannya sulit ditentukan karena ketidakpastian harga minyak dunia. Belum lagi apabila dilakukan secara agresif, dampak sosial-ekonominya akan terasa berat.


Masalah BBM Yang Dilematis

Opsi Delematis
Berita utama (headline news) pada berbagai media masa akhir-akhir ini masih berkisar pada rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Memang, Pasal 14ayat 2 dari UU APBN-P 2008 telah memberi keluwesan bertindak pemerintah untuk mengambil langkah ini tanpa lagi harus melalui proses pembahasan APBN-P yang kesekian kalinya, mengingat harga minyak dunia yang sangat fluktuatif. Di lain pihak, Pasal ini juga memberi catatan bahwa andai kata keputusannya adalah menaikkan harga BBM maka jalan yang ditempuh ini harus menjadi opsi terakhir setelah berbagai opsi alternatif dipertimbangkan secara tuntas. Beberapa opsi alternatif atau yang komplementer atas kenaikan harga BBM yang dikemukakan (dan seberapa jauh alternatif tersebut realistis atau tidak) antara lain adalah sebagai berikut.

Pertama,
Menaikkan produksi minyak bumi Indonesia. Alternatif ini tidak realistis karena produksi minyak bumi Indonesia, sebagaimana halnya pada sebagian besar negara produsen minyak bumi saat ini, telah melewati tingkat puncaknya sehingga cenderung untuk terus menurun. Jumlah produksi yang pada APBN 2008 dipatok sebesar 1,034 juta barrel/hari bahkan harus direvisi ke bawah menjadi hanya 927 ribu barrel/hari pada APBN-P 2008.

Kedua,Sebagai anggota OPEC meminta organisasi ini untuk mengupayakan penurunan harga minyak dunia. Walaupun Indonesia dapat menghimbau sebagai suatu sikap moral suasion, dari sudut kekuatan ekonomi Indonesia mempunyai pangsa suara yang kecil dan bahkan ada kemungkinan untuk keluar dari lembaga ini.

Ketiga,
Mensubstitusi penggunaan minyak tanah rumah tangga dengan gas tabung. Opsi ini juga tidak akan banyak membantu APBN karena langkah ini lebih banyak tertuju pada peralihan pola penggunaan energi masyakat daripada sebagai suatu jalan keluar atas terjadinya ketidakseimbangan keuangan negara.

Keempat,
Mencari dana pinjaman negara donor untuk membiayai pengeluaran subsisi BBM dan subsidi listrik yang membengkak. Opsi ini juga kurang realistis, karena para donor, terutama dari kalangan donor kelompok Bank Dunia dan ADB, cenderung tidak bersedia memberi pinjaman dengan syarat lunak apabila akan digunakan untuk membiayai subsidi APBN.

Kelima,
Meminta Bank Indonesia untuk membiayai defisit APBN (seigniorage). Opsi ini juga sulit dilaksanakan karena kebijakan ini akan meningkatkan “ekspektasi inflasi” yang tinggi pada